Langsung ke konten utama

Nyantri Sehari Bareng Suara Merdeka



Matahari mulai menampakkan sinarnya. Pukul  7.00 WIB aku bersama temakku, sebut dia Safitri yang akrab kupanggil bebeb. Kita keluar dari Kos Ceria untuk mengikuti sarasehan jurnalistik ramadhan 2013 yang diadakan Suara Merdeka. Dengan Tema Gerakan Santri menulis kegiatan itu di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Minggu (14/7/2013).
Sesuai randown acara yang kita terima sih acara mulai pukul 8.00 WIB. Tapi sampai pukul 7.30 WIB aku, Safitri, dan Farida (teman sekelasku) masih menunggu jemputan bapak bis. Padahal kita tahu kalau waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke TKP sekitar satu jam-an. Itu pun kalau tidak terjebak macet.
Terlalu lama menunggu, bosan juga tau, kawan.  Yah udah ng-eksis dulu ah….

Aku (Kiri), Farida (Tengah), dan Safitri (Kanan)

 Setelah menunggu sekitar setengah jam lagi, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang. Tepat pukul 08.04 WIB.

Bis Damri jurusan Pucang Gading, Semarang. (itu tangan siapa ya ? hhaha)

Niat baik selalu mendapatkan jalan yang lancar. Tak ada macet untuk hari ini. Asyekkk. Tapi karena bis yang kita naikin tidak sampai depan Masjid. Membuat kita harus memilih beberapa pilihan, yaitu jalan kaki, naik becak, atau naik angkot.
Jalan kaki tidak mungkin karena deket-deket jauh, biar dikatakan deket tetap aja kalau kaki ini yang melangkah akan terasa jauh. Angkot pun tak menampakkan rodanya. Akhirnya kita melihat bapak-bapak tukang becak.
“Ya udah naik becak aja bertiga,” kata Farida, yang kemudian aku dan Safitri iyakan.
Sebenernya nggak tega sama bapaknya. Kan tau sendiri kalau aku ini sedikit punya daging dan berlemak (nggak sanggup kalau harus menyebut aku *end*t). dua temenku ini sih enak tubuhnya kecil. Dengan terpaksa aku mengiyakan karena emang hanya ada satu becak waktu itu, dan itung-itung ngirit ongkos juga. hasilnya ya salah satu ada yang memangku temannya. karena aku sedikit lebih sehat, nggak mungkin mereka kuat memangkuku, aku dech yang memangku mereka. Tapi satu hal yang jadi pertanyaanku dari becak, apakah mereka juga menaikkan tarif becaknya dengan kenaikan BBM, yang notabennya dia tidak memakai BBM.
Ya itu hanya mereka yang tahu. Intinya kita bertiga dari depan gang sampai masjid dimintai 12 ribu rupiah. Padahal dekat. Sudah-sudah jangan dipikirkan. Nanti tak jadi baca ceritaku dan pengalamanku jadi santri sehari. Tapi bentar sebelum masuk ke TKP, kita masih menunggu Lu’Lu, temen sekelasku juga.
 Sampai di sana pukul 9.00 lebih, tapi lebihnya lupa. Lu’Lu’ pun datang sebelum lima menit kita menunggu. Akhirnya denga langkah pasti kita masuk, sepertinya sudah mulai karena ramai sandal dan sepatu di depan masjid. Kita menitipkan sepatu dan langsung ke TKP yang tepat berada di aula Masjid.
Di depan aula kita registrasi dan kemudian masuk ke ruangan setelah membayar 20 ribu rupiah. Dengan fasilitas bloknote, bolpoin, surat kabar Suara Merdeka hari ini dan buku materi. Acara belum dimualai ternyata pemirsa dengan kita telat satu jam lebih. “Alhamdulillah kita telat, coba kalau on time. Bakalan mlongo tak ada arah,” kataku sedikit mencengirkan bibir.
Kita mencari tempat kosong untuk mendudukkan tubuh ini. Setelah dapat tempat, kita duduk di depan lho, pemirsa. Tadinya sih biasa aja, tapi kok ada yang aneh sepertinya ya. Apa coba? Kawan-kawan tahu kan kalau ini acara para santri, ya jelas yang ikutpun santri. Bahkan hampir semuanya santri. Hanya beberapa saja yang berstatus mahasiswa. Karena selain mahasiswa mereka juga santri. Dan yang berstatus mahasiswaaa itu sepertinya hanya kita berempat. Tahu bedanya belum sekarang? Apakah mereka mambawa kita kuning, sedangkan kita tidak, atau karena mereka berhijab dan berbaju panjang?.

 Farida (Kiri), Safitri (Tengah), dan Lu'Lu' (Kanan)

Jawabannya bukan. Memang benar sih itu karena busana. Tapi bukan masalah hijab. Karena kita juga Alhamdulillah berhijab. Kita pakai celana pensil jeans (kecuali Farida yang mengenakan rok), itu masalahnya. Setiap menoleh ke kanan-kiri kita, jarang sekali yang memakai jeans. Hanya ada beberapa dari mereka dan lebih banyak yang menggunakan rok (ya maklum mereka kan santri, sedangkan kita baru mau jadi santri, tepatnya santri sehari. hhehe).
Lupakanlah masalah celana. Sudah mau dimulai acaranya, walaupun sudah molor dua jam (bagaimana kita mau maju ya. Orang diulur-ulur terus tu jam). Para pemimpin maju ke depan, ada pimimpin redaksi suara merdeka, pengurus MAJT, dan pemimpin perusahaan yang menjadi sponsor (ada orang Djarum juga lho…). Mereka sambutan satu per satu, agak membosankan sih, tapi tak apalah, itu tetap harus didengarkan.

 Ini orang-orang hebat yang mengadakan acara ini, ada dari Pimred SM, ketua pengurus MAJT, dan lainnya.

Tau nggak kawan, menurutku ada yang menarik dari pembukaan acara ini, yaitu memukul bedug sebagai tanda pembukaan kegiatan gerakan santri menulis ini (sayangnya nggak bisa aku dokumentasikan, bedugnya jauh dari tempat dudukku). Maklum sudah lama tak mendengar suara bedug karena masjid di depan kos-ku itu kebetulan tak ada bedugnya. Hhaha kasian banget ya hidupku. Lupakan!
Acara inti pun dimulai setelah itu. materi pertama adalah tentang media online dan kita diperkenalkan dengan wabsitenya suara merdeka termasuk salah satu kanalnya (kanal itu sejenis rubrik kalau ada di Koran atau majalah), adalah ekspresi suara remaja, itu adalah dunianya para remaja (kata si admin).
Satu hal yang aku sesali. Aku ini aktivis dunia maya dan salah satu pecandu twitter. Ada hadiah buat yang langsung follow twitternya, tapi nasib paketan BB-ku habis, tak bawa netbook dan modem. Ya udah hanya bisa mlongo dech.

 Pak Triyanto Triwikromo sedang mmenyampaikan materi menulis kreatif



 Mas Nugroho Dwiadhiseno saat menyampaikan materi Jurnalistik foto

Sedikit menarik sih materinya tapi membosankan. Nah, sesi kedua ini yang paling menyenangkan karena bisa berdialog langsung dengan Pak Triyanto Triwikromo (redaktur Sastra SM) dan Mas Nugroho Dwiadhiseno (pothografer). Alhamdulillah dapet ilmu di bulan Ramadhan ini. Masih ada satu sesi lagi kawan, tapi menurutku boring kaya yang pertama.
Acara selesai saat adzan maghrib dikumandangkan. Kita pun berbuka bersama di ruangan itu. tapi baru pertama kalinya aku ikut acara yang peserta cewek dan cowoknya dipisah tempat duduknya. Sudah benar-benar kaya anak pesantren dech. Walaupun sehari tapi mengasyikkan. Moga ada acara-acara kaya begini lagi ya, agar Ramadhan kita bisa lebih berwarna. Nyari ibadah di bulan Ramadhan memang gampang, tidur pun ibadah. Tapi kalau ada yang lebih bermanfaat ya mending nggak tidur dan ikut acara kaya ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAMIL DI LUAR NIKAH USIA REMAJA

       I.             PENDAHULUAN Cepatnya arus informasi dan semakin majunya tehnologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali remaja. Teknologi seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, disatu sisi berdampak positif tapi di sisi lain juga berdampak negatif. Dampak posifitnya, munculnya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Sementara pengaruh negatifnya, masuknya pengaruh budaya asing seperti pergaualan bebas dan pornografi. Masuknya pengaruh budaya asing mengakibatkan adanya pergaulan bebas dan seks bebas yang kemudian mengakibatkan terjadinya fenomena hamil di luar nikah. Remaja merupakan generasi penerus yang akan membangun bangsa ke arah yang lebih baik, yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan kegiatannya yang dapat menguntungkan diri sendiri,keluarga,dan lingkungan sekitar. Namun, remaja sekarang ini banyak yang terjerumus ke dalam pergaulan

Sepenggal Kisah Tentang Waktu

Video singkat yang menceritakan seorang gadis yang malas-malasan. Kehidupannya hanya diisi dengan kegiatan yang kurang bermanfaat. Dia pun hampir setiap saat meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu sholat. Dia tidak pernah tidur ketika malam, bukan berarti untuk berdzikir dan bermujahadah pada Allah, tapi malah bermain game, dan melakukakan kegiatan yang sama sekali tidak bermanfaat. Lucunya ketika adzan subuh berkumandang, bak lagu merdu yang menina bobokan dirinya untuk tidur. Al hasil, dia tidak sholat subuh dan parahnya sepanjang paginya dia tidur sampai siang hari. Suatu ketika, di depan rumahnya dia melihat iring-iringan yang tak biasa. Bukan karnaval atau marching band, tapi keranda mayat yang berodakan manusia yang membawa jenazah. Hal ini membuat dia termenung sejenak memikirkan kalau hidup ini akan berakhir. Semua wejangan yang dulu pernah diberikan orang tuanya. Ia sadar kalau selama ini waktunya terbuang sia-sia, padahal Rasulullah SAW mengin