Ketika seorang koki membuat makanan dengan resep baru bisa dengan mudah mempromosikannya, karena warung makannya telah dikenal banyak orang dengan kelezatan rasanya. Beda dengan masakan warung biasa, pasti sulit dalam proses promosinya. Di sini trush (rasa kepercayaan) berpengaruh besar. Tidak berbicara rasa lagi melainkan citra.
Nah, perumpamaan di atas menggambarkan betapa asal usul Perguruan Tinggi sangat berpengaruh dalam publikasi karya ilmiah mahasiswanya. Bagi Perguruan Tinggi yang memiliki citra baik di hati masyarakat pasti akan lebih mudah mempublikasikan karyanya. Tapi bagaimana dengan Perguruan Tinggi lainnya?. Tidak semuanya punya citra baik dan alat promosi yang memadai. Kali ini saya tidak membahas kemampuan menulis mahasiswa tapi lebih ke arah mempromosikan karya/tulisan ilmiah mereka sehingga tidak sia-sia dan bisa bermanfaat.
Kualitas Perguruan Tinggi di Indonesia sulit disamakan baik dari segi intelektual dan finansial-nya, karena porsi pengetahuan dalam proses pembelajaran maupun fasilitas berbeda. Inilah yang mempengaruhi kemampuan mahasiswa, walaupun tidak dapat dipungkiri jika kemampuan mahasiswa bisa tumbuh dari dirinya sendiri dengan usaha. Tapi biasanya mahasiswa akan tercermin dari kampusnya.
Kemudian, tanpa ada diskriminasi terhadap kampus manapun, tulisan/karya dari mahasiswa kampus biasa saja sering dinomorduakan dan jarang digunakan masyarakat tanpa melihat isinya terlebih dahu.
Mungkin itu salah satu alasan yang menjadikan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, merencanakan kewajiban publikasi karya ilmiah sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa. M. Nuh mengatakan bahwa Publikasi jurnal ilmiah adalah citra sebuah bangsa. Harus segera didorong, karena sulit berbicara mutu kalau barangnya tidak ada.
Selain untuk menyamakan kedudukan karya ilmiah semua mahasiswa Perguruan Tinggi, juga untuk menunjukkan kalau semua mahasiswa bisa menulis dan melakukkan penelitian sebagai bentuk pencitraan terhadap kampusnya.
Kebijakan itu diharapkan bisa menyeimbangkan peran mahasiswa, sehingga tidak hanya satu dua saja mahasiswa yang melakukkan penelitian. Dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mahasiswa tidak lagi pilih-pilih, harapannya mereka tidak hanya membaca dan menggunakan penelitian yang dilakukan mahasiswa tertentu saja.
Hemat penulis, asal usul kampus tidaklah penting akan tetapi lebih penting isi/hasil yang bermanfaat dan karya yang punya manfaat besar sayang sekali jika tidak bisa digunakan hanya gara-gara citra Perguruan Tingginya.
Nah, perumpamaan di atas menggambarkan betapa asal usul Perguruan Tinggi sangat berpengaruh dalam publikasi karya ilmiah mahasiswanya. Bagi Perguruan Tinggi yang memiliki citra baik di hati masyarakat pasti akan lebih mudah mempublikasikan karyanya. Tapi bagaimana dengan Perguruan Tinggi lainnya?. Tidak semuanya punya citra baik dan alat promosi yang memadai. Kali ini saya tidak membahas kemampuan menulis mahasiswa tapi lebih ke arah mempromosikan karya/tulisan ilmiah mereka sehingga tidak sia-sia dan bisa bermanfaat.
Kualitas Perguruan Tinggi di Indonesia sulit disamakan baik dari segi intelektual dan finansial-nya, karena porsi pengetahuan dalam proses pembelajaran maupun fasilitas berbeda. Inilah yang mempengaruhi kemampuan mahasiswa, walaupun tidak dapat dipungkiri jika kemampuan mahasiswa bisa tumbuh dari dirinya sendiri dengan usaha. Tapi biasanya mahasiswa akan tercermin dari kampusnya.
Kemudian, tanpa ada diskriminasi terhadap kampus manapun, tulisan/karya dari mahasiswa kampus biasa saja sering dinomorduakan dan jarang digunakan masyarakat tanpa melihat isinya terlebih dahu.
Mungkin itu salah satu alasan yang menjadikan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, merencanakan kewajiban publikasi karya ilmiah sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa. M. Nuh mengatakan bahwa Publikasi jurnal ilmiah adalah citra sebuah bangsa. Harus segera didorong, karena sulit berbicara mutu kalau barangnya tidak ada.
Selain untuk menyamakan kedudukan karya ilmiah semua mahasiswa Perguruan Tinggi, juga untuk menunjukkan kalau semua mahasiswa bisa menulis dan melakukkan penelitian sebagai bentuk pencitraan terhadap kampusnya.
Kebijakan itu diharapkan bisa menyeimbangkan peran mahasiswa, sehingga tidak hanya satu dua saja mahasiswa yang melakukkan penelitian. Dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mahasiswa tidak lagi pilih-pilih, harapannya mereka tidak hanya membaca dan menggunakan penelitian yang dilakukan mahasiswa tertentu saja.
Hemat penulis, asal usul kampus tidaklah penting akan tetapi lebih penting isi/hasil yang bermanfaat dan karya yang punya manfaat besar sayang sekali jika tidak bisa digunakan hanya gara-gara citra Perguruan Tingginya.
Komentar
Posting Komentar