A. Konsep Dasar Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan dapat dimengerti sebagai proses menghasilkan pengetahuan tentang dan dalam proses kebijakan. Dalam definisi yang luas ini analisis kebijakan setua peradaban itu sendiri, dan mencakup berbagai bentuk pengkajian, dari penggunaan mistik atau tenaga gaib sampai ke ilmu-ilmu modern. Keuntungan dari rumusan yang umum ini adalah bahwa rumusan tersebut memungkinkan kita mengkaji variasi makna di masa lalu yang telah mewarnai proses pembuatan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan.
Kebijakan secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta, dan Latin policy, Akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta polis (negara-kota) dan pur (kota) yang dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politia (negara) dan akhirnya dalam bahasa Inggris Pertengahan policie, yang berarti mengenai masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan.
Istilah analisis kebijakan tidak perlu dibatasi pada makna kontemporernya, di mana analisis disamakan dengan pemilihan atau pembagian suatu masalah ke dalam bagian-bagiannya atau diidentikkan dengan penggunaan teknik-teknik kuantitatif seperti analisis sistem, sebaliknya terdapat banyak cara untuk menghasilkan informasi tentang dan di dalam proses kebijakan.
A. Sejarah Perkembangan Analisis Kebijakan
a. Asal Muasal Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan dapat dilacak ke satu titik evolusi masyarakat dimana pengetahuan tentang kebijakan dibuat secara sadar sehingga dapat memungkinkan dilakukannya pengujian secara eksplisit dan reflektif terhadap hubungan antara pengetahuan dan aksi.
Waktu kapan pertama kali kebijakan dihasilkan tidak dapat diketahui secara tepat. Akan tetapi dipercaya bahwa perkembangan analisis kebijakan publik berhubungan dengan pertumbuhan peradaban dari bangsa-bangsa yang memiliki kebebasan laut yang luas. Sehingga analisis kebijakan sebagai aktivitas yang terspesialisasi menyertai perubahan-perubahan di dalam organisasi sosial yang diikuti dengan bentuk-bentuk baru teknologi produksi dan pola pemukiman menetap.
Contoh dokumen terkuno dari analisis kebijakan publik ditemukan di Mesopotamia yang berupa pakta-pakta pemerintahan dan politik. Dokumen itu disebut kode Hammurabi yang ditulis oleh penguasa Babilonia pada abad 18 sebelum masehi, yang mengekspresikan keinginan untuk membentuk ketertiban publik yang bersatu dan adil pada masa ketika babilonia mengalami transisi dari negara kecil menjadi negara wilayah yang luas.
Kode Hammurabi memiliki kesamaan dengan hukum Musa yang mencantumkan persyaratan-persyaratan ekonomi dan sosial untuk suatu pemukiman urban yang stabil dimana hak dan tanggung jawab didefinisikan menurut posisi sosial. Kode mencakup proses kriminal, hak milik, perdagangan hubungan keluarga dan perkawinan,dana kesehatan dan apa yang dikenal sekarang sebagai akuntabilitas publik.
Sejarah yang tertulis tentang para spesialis menghasilkan pengetahuan tentang kebijakan dapat ditelusuri sampai abad ke empat sebelum masehi. Di India,
Arthashastra karya Kautilya, satu dari tuntunan-tuntunan awal tentang pembuatan kebijakan, keahlian bernegara dari administrasi pemerintahan, mensarikan apa yang telah ditulis sampai ketika itu (300 SM) mengenai materi yang saat ini disebut Ilmu Ekonomi. Kautilya, yang mengabdi sebagai penasehat kerajaan Mauyan di India Utara, dapat dibandingkan dengan Plato (427-327 SM), Aristoteles (384- 322 SM), dan Machiavelli (1469-1527), kesemuanya secara mendalam terlibat dalam aspek-aspek praktis pembuatan kebijakan pemerintah selain pekerjaan mereka sebagai pemikir-pemikir sosial.
Arthashastra karya Kautilya, satu dari tuntunan-tuntunan awal tentang pembuatan kebijakan, keahlian bernegara dari administrasi pemerintahan, mensarikan apa yang telah ditulis sampai ketika itu (300 SM) mengenai materi yang saat ini disebut Ilmu Ekonomi. Kautilya, yang mengabdi sebagai penasehat kerajaan Mauyan di India Utara, dapat dibandingkan dengan Plato (427-327 SM), Aristoteles (384- 322 SM), dan Machiavelli (1469-1527), kesemuanya secara mendalam terlibat dalam aspek-aspek praktis pembuatan kebijakan pemerintah selain pekerjaan mereka sebagai pemikir-pemikir sosial.
Plato mengabdi sebagai penasehat dari penguasa di Sisilia, sementara Aristoteles mengajar Alexander dari Macedonia sejak orang tersebut terakhir berusia 14 tahun sampai ia naik tahta pada usia 20 tahun. Aristoteles, seperti para pemikir sosial kontemporer, yang menemukan bahwa politik praktis menjijikkan, cenderung menerima kedudukan tersebut dengan harapan agar dapat menggunakan pengetahuan untuk memecahkan masalah publik.
b. Perkembangan pada Abad Pertengahan
Ekspansi dan diferensiasi secara bertahap peradaban kotasepanjang abad pertengahan berlangsung dengan diikuti oleh strukturokupasi yang memudahkan pengembangan pengetahuan yang terspesialisasi. Berbagai kelompok spesialis kebijakan diangkat oleh para pemimpin untuk memberikan saran dan bantuan teknis terhadap hal-hal yang kurang dikuasai oleh para penguasa misalnya pengambilan keputusan yang efektif, keuangan, perang dan hukum.
Pertumbuhan ”Politisi Profesional”, memperoleh kedudukan yang berbeda di dunia. Di Eropa, India, Cina, Jepang dan Mongolia pada abad pertengahan para pendeta merupakan kelompok yang terpelajar, karena kelompok ini secara teknis sangat dibutuhkan. Para penulis yang terpelajar, yang pada zaman modern saat ini adalah penulis pidato presiden juga memiliki pengaruh terhadap pembuatan kebijakan. Di Inggris para bangsawan rendahan dan para investor diangkat tanpa kompensasi untuk mengendalikan pemerintahan kota untuk kepentingan meraka sendiri. Pada akhirnya para ahli hukum ternama juga memiliki pengaruh dalam pembuatan kebijakan.
c. Zaman Revolusi Industri
Pada zaman kuno dan pertengahan pertumbuhan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan mengikuti evolusi peradaban. Namun ketika terjadi revolusi industri pertumbuhan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan menjadi aktivitas yang relatif otonom dengan ciri khasnya sendiri dan dipisahkan dengan kepentingan politik sehari-hari.
Zaman revolusi industri adalah masa dimana kepercayaan tentang perkembangan manusia melalui ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi lebih dominan di kalangan para pengambil kebijakan dan penasehatnya. Pada masa ini pembangunan dan pengujian teori-teori ilmiah dan masyarakat secara bertahap mulai dilihat sebagai satu-satunya cara untuk memecahkan permasalahan sosial. Pengaruh mistik, klenik, dan sihir sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Mulai pada masa ini muncul pengetahuan yang relevan dengan kebijakan menurut ukuran empirisme dan metode ilmiah.
d. Perkembangan pada Abad ke-19
Pada abad 19 di Eropa mulai muncul generasi baru yang menghasilkan pengetahuan tentang kebijakan mulai mendasarkan efektivitas mereka pada dokumen data empiris yang sistematis. Pada masa ini perhatian terhadap pengumpulan fakta secara sistematis dapat diilustrasikan dengan beberapa cara. Misalnya dengan pengembangan statistik dan demografi sebagai bidang spesialisasi. Pada masa itu mulai bermunculan lembaga-lembaga yang memperhatikan secara khusus pada pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Lembaga-lembaga tersebut diorganisir oleh para bankir, ilmuwan, industrialis yang berusaha mengganti cara berfikir lama dalam menghadapi masalah sosial dengan metode baru yang lebih sistematis.
Pada abad 19, metode untuk menghasilkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan secara jelas mengalami perubahan dan transformasi yang besar. Pengetahuan mengenai alam dan masyarakat tidak lagi ditentukan menurut kesesuaiannya dengan otoritas, ritual dan prinsip-prinsip filsafat, tetapi dinilai berdasarkan konsistensinya dengan observasi empiris. Tetapi transformasi ini bukanlah merupakan hasil dari komitmen formal terhadap norma-norma empirisme dan metode ilmiah sebagai konsekuensi dari pertumbuhan ketidakpastian yang datang bersama dengan transisi dari peradaban agraris ke industri.
Latar belakang analisis abad ke-19 dari analisis kebijakan kontemporer melanjutkan bagimana ilmu sosial terapan ditumpangi oleh tujuan kelompok sosial yang dominan. Pengunaan ilmuuntuk menemukan dan menguji hukum-hukum alam dan masyarakat dipandang sebagai satu-satunya jalan untuk mencapai pengetahuan yang obyektif. Ilmu hanya dipandang sebagai alat untuk memproduksi pengetahuan. Akibatnya, pertanyaan tentang tujuan dipandang sebagai nonrasional atau sebagai ekspresi yang sewenang-wenang dari kepentingan pribadi yang berada di luar batas penelitian ilmiah. Sehingga produksi pengetahuan yang terspesialisasi ditetapkan sebagai “ilmu”.
e. Perkembangan Abad ke-20
Perkembangan ilmu yang mempelajari tentang kebijakan pada abad ini dapat digambarkan dengan adanya profesionalisasi ilmu politik, administrasi negara, sosiologi, ekonomi dan disiplin ilmu sosial lainnya yang terkait. Selama abad 20 para ilmuwan kebijakan bukan lagi kelompok yang heterogen seperti bankir, industrialis, jurnalis, dan sarjana-sarjana yang mengendalikan lembaga statistik kuno dan lembaga penelitian kebijakan lainnya.
Fungsi utama dari ilmuwan sosial pada masa ini adalah mengkaji masalah masalah kebijakan dan merumuskan solusi yang potensial. Adanya perang dunia II dan masalah penyesuaian kembali pasca perang memberi kesempatan para ilmuwan sosial untuk menerapkan nilai-nilai yang dianutnya untuk memecahkan masalah praktis. Menurut Laswell dalam pengantarnya ” ilmu kebijakan” tidak dibatasi oleh tujuan teoritis ilmu, tetapi juga memiliki orientasi praktis yang mendasar. Tujuan ilmu kebijakan tidak hanya memberi sumbangan pada pengambilan keputusan yang efisien tapi juga untuk memberikan pengetahuan yang dibutuhkan dalam rangka pengembangan pelaksanaan demokrasi.
Perkembangan ilmu kebijakan setelah perang, sistematika studi kebijakan publik juga keluar dari administrasi negara dan kemudian menjadi disiplin ilmu di dalam ilmu politik. Ide “analisis” muncul bersama-sama dengan usaha-usaha untuk memisahkan masalah menjadi beberapa komponen yang mendasar. Sejauh analisis dalam arti sempit analisentrik ini mengabaikan aspek-aspek politik, sosial dan administratif dari kebijakan publik. Maka analisis kebijakan di dalam bentuknya yang baru ini dapat diartikan sebagai gerakan meninggalkan tradisi yang telah mapan pada abad 19 sampai abad 20-an.
f. Analisis Kebijakan dalam Masyarakat Pasca Industri
Masyarakat pasca industri adalah sebuah masyarakat dimana perkembangannya didominasi oleh kelas teknis-profesional yang terdidik. Masyarakat pasca industri merupakan perpanjangan dari pola- pola pembuatan kebijakan dan organisasi sosial kemasyarakatan yang memiliki ciri-ciri yang terkait langsung dengan evolusi sejarah dan kepentingan analisis kebijakan:
1. Pemusatan ilmu pengetahuan teoritis
2. Penciptaan teknologi intelektual yang baru
3. Meluasnya kelas ilmu pengetahuan
4. Perubahan dari barang ke pelayanan
5. Instrumentalisasi ilmu
6. Produksi dan penggunaan informasi
BIMBINGAN TEKNOKRATIS VS. KONSELING TEKNOKRATIS
Terdapat dua pandangan yang saling berlawanan, pandangan pertama dari bimbingan teknokratis yang didominasi oleh pendukung PPSB dan teknologi sistem lain menyatakan bahwa profesionalisasi analisis kebijakan berarti perpindahan kekuasaan dari pembuat kebijakan kepada analisis kebijakan. Sebaliknya perspektif lain yaitu koseling teknokratis berpendapat bahwa profesionalisasi analisiis kebijakan dan aktivitas lain yang yang terkait merupakan cara yang lebih efektif untuk meningkatkan kekuasaan pembuat kebijakkan dan kelompok-kelompok dominan lain yang kedudukan sosialnya tergantung pada kesejahteraan serta hak-hak istimewanya.
Pada periode yang sama beberapa pengamat masyarakat pasca-industri mengidentifikasi beberapa tantangan baru dari pembuatan kebijakan yaitu partisipasi yang berlebihan, mobilisasi pekerja sektor pelayanan, transformasi nilai-nilai dasar, pemihakan kembali pada kelompok kepentingan, tumbuhnya kesenjangan antara warga negara urban dan subburban, dan terulangnya krisis keuangan.
Pertumbuhan analisis kebijakan adalah sebuah akibat bukan sebuah sebab dari perubahan struktur pemerintah dan lingkungannya maupun cakupan permasalahan sosial. Sesuai dengan pandangan bimbingan teknokratis, pengetahuan tentang kebijakan merupakan sumberdaya langka yang kepemilikannya bagaimana pun dapat meningkatkan kekuatan dan pengaruh analis kebijakan.
Pandangan yang berlawanan yaitu konseling teknokratis yang berasumsi bahwa analis kebijakan kebijakan yang profesional bekerja dalam suatu keadaan di mana pembuatan kebijakan sebagai konsumen pengetahuan tertenru mempengaruhi sejumlah besar aktivitas analis kebijakan. Peran utama dari analisis kebijakan adlah untuk mengesahkan, memberikan dasar alasan secara teknis dan ilmiah, keputusan kebijakan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan yang sebenarnya.
PENILAIAN
Sejarah analisis kebijakan masa kini memperlihatkan bahwa sebagian dari kedua perspektif di atas dapat digunakan untuk menciri beberapa aktivitas analis kebijakan. Terdapat alasan untuk percaya bahwa pendekatan bimbingan teknokratis mewakili penilaian yang terlalu melebih-lebihkan kekuatan dan pengaruh analis kebijakanyang profesional. Sedangkan pendekatan konseling teknokratis berisi tekanan sepihak. Sementara bimbingan teknokratis menilai terlalu tinggi pengaruh analisis kebijakan di dalam pembentukan pilihan politik, pendekatan konseling teknokratis terlalu melebihkkan kepentinggan simbolis dari analis kebijakan di dalam mengesahkan perbuatan keputusan kebijakan dalam politik.
Profesionalisasi dan pertumbuhan analisis kebijakan pada tahun-tahun semenjak Perang Dunia II merefleksikan perubahan yang mendasar di dalam lingkungan masyarakat saat ini dengan segala permasalahannnya, perubahan yang telah mendorong munculnya bentuk baru pengetahuan khusus. Analisis kebijakan bukanlah sekedar tugas yang bersifat ilmiah atau intelektual, tetapi pada dasarnya bersifat praktis. Sepanjang sejarah hingga saat ini, analisis kebijakan tidak terlepas dari proses politik yang merefleksikan konflik nilai dari berbagai kelompok masyarakat yang berbeda dalam upayanya untuk mencari pandangan alternatif bagi perkembangan sosial.
Dari pemaparan konsep dan sejarah analisis kebijakan bahwa kebijakan (Policy) adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diinginkan oleh seseorang, pemerintah dalam suatu daerah yang berhubungan dengan kendala tertentu serta untuk mencari peluang dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan Analisis kebijakan adalah suatu proses sebelum mengeluarkan suatu kebijakan dengan memperhatikan dampak apabila kebijakan tersebut dilaksanakan. Dari sejarahnya tujuan analisis kebijakan adalah untuk menyediakan informasi-informasi yang dapat digunakan untuk memikirkan kemungkinan pemecahan masalah-masalah kebijakan bagi para pengambil kebijakan.
Analisa kebijakan pada awalnya dilakukan ketika politik praktis harus dilengkapi dengan pengetahuan agar dapat memecahkan masalah publik. Awal munculnya di India pada tahun 300 SM yang kemudian berkembang pada masa revolusi industri dan dikembangkan kembangkan pada abad 20-an.
Komentar
Posting Komentar