Langsung ke konten utama

Pembentukan Jati diri


Mahasiswa diibaratkan sebagai matahari bangsa yang selalu menyinari dan memberi energi bagi bangsanya. Selalu berusaha merubah kondisi bangsa menjadi lebih baik. Akan tetapi perilaku mahasiswa sebagai kaum intelektual, sekarang ini mulai dipertanyakan eksistensinya oleh masyarakat luas mengharapkan pengganti pejabat sekarang yang karakter dirinya hilang.
Keegoisan mahasiswa menutupi kesempatan dalam berproses membentuk karakter dirinya seperti yang diidamkan masyarakat. Mahasiswa cenderung lebih suka menghabiskan waktu untuk bersenang-senang daripada mengisi waktu dengan hal-hal yang positif. Kuliah hanya dijadikan media kebebasan untuk bersenang-senang dan mencari keuntungan material dari hasil menipu orang tua. Apa hanya itu yang mahasiswa bisa lakukan?
Bukan hanya itu, aktivitas semacam itu hanya dilakukan mahasiswa yang tak bisa memanfaatkan kelebihan dirinya. Kesenangan material ataupun waktu luang untuk santai-santai bukan tujuan utama kuliah, orang tua memberi kepercayaan untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya dan bisa menerapkannya di masyarakat.  Bisa kuliah berarti mempunyai kesempatan lebih untuk mencari sesuatu yang belum bisa kita temukan sebelumnya, salah satunya adalah membentuk karakter diri. Bagaimana caranya?, yaitu dengan cara manfaatkan kuliah sebagai teori dan coba praktekkan di organisasi yang ada di kampus. Akan tetapi sulit dalam pembagian waktunya, malah terbengkalai semua, nilai jeblok dan organisasi bobrok.
Keduanya sebenarnya tidak menjamin pembentukan karakter diri secara langsung menjadi baik. Akan tetapi kontribusi dari keduanya sangat penting, penulis memandang organisasi tidak akan diikuti kalau tidak kuliah. Entah nanti pilihan jatuh di kuliah sebagai akademikus atau organisasi sebagai aktivis, itu hukum alam sesuai kenyamanan yang menjalankan.
Tapi perlu dingat keduanya tidak akan berarti kalau tidak bisa membentuk karakter diri yang ideal. Penulis menyarankan mending tidak kuliah yang penting bisa memimpin masyarakat, melalui pengalaman belajar dari luar akademik saja daripada kuliah menghabiskan uang tidak dapat apa-apa hanya menghabiskan waktu.
Itu pilihan terlalu ekstrim akan tetapi mempunyai nilai plus, rasionalisasinya dana yang digunakan buat kuliah bisa dialokasikan untuk berwirausaha, membuka peluang kerja daripada menjadi S.P, bukan sarjana pendidikan tapi sarjana pengangguran. Akademikus atau aktifis belum tentu bisa sukses spiritual, akan tetapi hanya kesuksesan material.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAMIL DI LUAR NIKAH USIA REMAJA

       I.             PENDAHULUAN Cepatnya arus informasi dan semakin majunya tehnologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali remaja. Teknologi seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, disatu sisi berdampak positif tapi di sisi lain juga berdampak negatif. Dampak posifitnya, munculnya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Sementara pengaruh negatifnya, masuknya pengaruh budaya asing seperti pergaualan bebas dan pornografi. Masuknya pengaruh budaya asing mengakibatkan adanya pergaulan bebas dan seks bebas yang kemudian mengakibatkan terjadinya fenomena hamil di luar nikah. Remaja merupakan generasi penerus yang akan membangun bangsa ke arah yang lebih baik, yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan kegiatannya yang dapat menguntungkan diri sendiri,keluarga,dan lingkungan sekitar. Namun, remaja sekarang ini banyak yang terjerumus ke dalam pergaulan

Sepenggal Kisah Tentang Waktu

Video singkat yang menceritakan seorang gadis yang malas-malasan. Kehidupannya hanya diisi dengan kegiatan yang kurang bermanfaat. Dia pun hampir setiap saat meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu sholat. Dia tidak pernah tidur ketika malam, bukan berarti untuk berdzikir dan bermujahadah pada Allah, tapi malah bermain game, dan melakukakan kegiatan yang sama sekali tidak bermanfaat. Lucunya ketika adzan subuh berkumandang, bak lagu merdu yang menina bobokan dirinya untuk tidur. Al hasil, dia tidak sholat subuh dan parahnya sepanjang paginya dia tidur sampai siang hari. Suatu ketika, di depan rumahnya dia melihat iring-iringan yang tak biasa. Bukan karnaval atau marching band, tapi keranda mayat yang berodakan manusia yang membawa jenazah. Hal ini membuat dia termenung sejenak memikirkan kalau hidup ini akan berakhir. Semua wejangan yang dulu pernah diberikan orang tuanya. Ia sadar kalau selama ini waktunya terbuang sia-sia, padahal Rasulullah SAW mengin