Langsung ke konten utama

Sepatu Baru Boby


Oleh : Tien Afecto Galuh
 “Krittt... krittt... krittt...,” bunyi sepatu baru Didit terkena lantai.
“Bagus sepatuku, kan?” sambil menunjukkannya pada Boby.
“Iya, bagus sekali,” jawabnya sambil ternganga melihati sepatu Didit itu.
Boby sangat menginginkan sepatu itu sebelumnya tetapi ayahnya belum punya cukup uang untuk membelikannya.
“Kringgg...,” bunyi bel masuk.
Boby terus saja diam-diam memandangi sepatu Didit. Dalam pandangannya sepatu itu sangat bagus. Dia membayangkan, andai saja itu dikenakan olehnya. Hari ini pasti banyak teman yang mau duduk dengannya bukan hanya Didit.
Didit dan Boby berteman sejak kecil, rumah Boby berada tepat di belakang rumah Didit. Gubuk kecil yang damai bagi Didit tapi bukan bagi Boby.
“Kenapa aku tak seberuntung Boby?” dalam lamunannya, Boby menyalahkan hidupnya sehingga hanya bisa membayangkan bisa memakai sepatu yang sekarang dipakai teman baiknya.
“Kamu kenapa Bob? Sakit ya?” bisik Didit melihat Boby melamun.
Boby kaget dan terbangun dari lamunannya, “Hehe... nggak kok.”
“Pulang sekolah main ke rumahku ya, mama baru pulang dari Bandung, ok!” ajaknya tersenyum lebar.
“Iya, kalau nggak bantuin bapak di warung,” jawabnya sambil mengangkat wajahnya.
“Ok... ok,” mengacungkan dua ibu jarinya.
Bel pulang berbunyi. “Jangan lupa nanti main, ya!” berdiri dari kursi meninggalkan Boby.
Boby hanya menganggukan kepala dan masih tertarik melihati sepatu itu. Ia biasa pulang terakhir karena harus mengambil kranjang yang tadi dititipkan di kantin sekolah. Selain membawa kranjang berisi jajanan ringan dia juga bisa membantu ibu kantin.
Ia tidak langsung pulang ke rumah karena harus membantu bapaknya berjualan di warung kecil yang menjadi satu-satunya usaha buat mereka.
***
“Pak, kapan aku bisa beli sepatu lagi, sepatuku sudah bolong,” sambil menunjukkan sepatunya.
“Iya Nak, sabar nunggu bapak punya cukup uang dulu,” sambil menggoreng tempe pesanan pembeli.
“Aku malu Pak,” tambah merengek dan hampir mengeluarkan air mata.
“Ayo makan dulu,” menawarkan sepiring nasi untuk mengalihkan pembicaraan.
“Prakkk....”
“Nggak mau, pokoknya aku mau beli sepatu,” sambil lari keluar dari warung.
Bapaknya hanya mengelus dada, ia ingin sekali membelikan sepatu tapi tidak sekarang. “Bob... Bob...,” teriak bapak.
“Bapak nggak sayang aku.”
Dalam batin Boby caranya ini mungkin akan meluluhkan perasaan bapaknya dan cepat membelikannya sepatu. Dia salah, bapaknya tetap pada pendiriannya untuk menunda membeli sepatu.
***
“Bob, makan dulu!” ajak Bapaknya mengetuk pintu kamarnya.
Tidak ada jawaban darinya. Pikir bapak sederhana paling dia tidur. Dari dalam kamar Boby sebenarnya mendengar suara bapaknya tapi dia masih pura-pura marah.
Karena dari pagi sampai malam dia marah tidak sempat makan, “Kruyk... kruyuk.”
“Aduh ini perut nggak bisa diajak kompromi,” sambil memegang perutnya yang memang lapar.
Akhirnya, dengan pelan-pelan agar bapaknya tidak terbangun dia mencari makanan yang bisa mengganjal perutnya.
“Glotak...” suara tudung saji dikenakan meja karena kesal tidak ada makanan satu pun.
“Haduh... bisa-bisa bapak bagun,” ucapnya pelan.
Usahanya diketahui bapaknya, dari balik pintu bapaknya mengintai.
“Kucing apa Maling?” tanya bapak.
“Meong....” jawabnya, untungan dia masih sadar.
“Kenapa Pus, Laper?.”
“Iya...,” jawabnya keceplosan, “Haduh, gawat bapak pasti tau.”
“Di lemari Pus.” Bapak memberi tahu tanpa memunculkan wajahnya. Tapi Boby langsung masuk ke kamar karena takut ketahuan.
Dia berusaha menahan laparnya tapi perutnya terus mendesaknya meminta makan.
“Kretttt....”
Diam-diam dengan cara lebih tenang ia langsung membuka lemari dan mengambil makanan dibawa ke kamar.
“Akhirnya, aku dapat makan juga.”
***
Pagi harinya, tidak seperti biasanya bapak pergi ke warung lebih cepat tanpa membangunkan Boby dulu.
Boby setelah melihat kejadian di mimpi tadi malam, bapaknya meninggal tertabrak saat akan membelikan sepatu yang dia inginkan. Ia berpikir untuk meminta maaf atas kelakuannya kemarin. Bapaknya sangat baik dan sayang padanya.
“Pak..., Pak...,” teriaknya keluar dari kamar mencari bapaknya.
Dia takut karena tak ada satu orang pun di rumah. Air mata pun hampir jatuh, tapi ia ingat untuk menyusulnya ke warung.
Ternyata bapaknya memang sudah di sana.
“Pak, maafin aku, aku kemarin salah dan sudah buat bapak sedih. Aku nggak minta sepatu lagi sekarang, nunggu bapak sampai punya uang dulu. Maafin aku ya Pak,” sambil memeluknya.
“Iya, bapak juga minta maaf ya.”
Pagi mendung itu pun menjadi cerah bagi mereka. “Sudah siap-siap berangkat sekolah dulu sana. Nanti telat.”
Mengusapi air matanya dan bergegas pulang siap-siap ke sekolah.
***
Boby jalan dengan langkah pasti walaupun dengan sepatu bututnya tanpa rasa minder lagi. Tiba-tiba dari depan kelas Didit menyapa dengan senyum.
“Bob....” melambaikan tangannya.
Didit menghampirinya dan langsung menarik tangan Boby ke dalam kelas.
“Kenapa kemarin nggak ke rumahku?” tanyanya.
“Hehe..., aku lupa Dit,” jawabnya lugu.
“Aku punya sesuatu buat kamu,” menunjukkan kotak berwarna coklat yang manis dipandang. “Tarrraaaaa..., sepatu baru buatmu, kemarin mama yang beliin buat kamu.”
Boby tersengak dan kaget juga senang melihat sepatu itu, “Wah, bagus banget. Makasih ya Dit,” mengambil sepatu itu. Dia langsung mencobanya tapi sayang itu kurang longgar jadi terasa sempit di kakinya. Tapi baginya ini cocok untuknya.
***
Dengan niat untuk memamerkan pada bapaknya, pulang sekolah Boby langsung ke warung. Tapi di depan warung Boby terhenti langkahnya melihat anak kecil menangis, ia minta dibelikan sepatu. Ibunya hanya seorang tukang sapu jalan dan sama dengan bapak Boby.
Boby sekarang berbeda, hatinya terpanggil untuk memberikan sepatu itu. Dengan ikhlas dan bukan bermaksud tidak menghargai Didit dan mamanya tapi Boby merasa sepatu itu lebih cocok untuk anak kecil itu. Bapak Boby bangga saat melihat tindakannya, ternyata anaknya punya hati yang besar. Dan sudah bisa memaknai hidup sederhana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAMIL DI LUAR NIKAH USIA REMAJA

       I.             PENDAHULUAN Cepatnya arus informasi dan semakin majunya tehnologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali remaja. Teknologi seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, disatu sisi berdampak positif tapi di sisi lain juga berdampak negatif. Dampak posifitnya, munculnya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Sementara pengaruh negatifnya, masuknya pengaruh budaya asing seperti pergaualan bebas dan pornografi. Masuknya pengaruh budaya asing mengakibatkan adanya pergaulan bebas dan seks bebas yang kemudian mengakibatkan terjadinya fenomena hamil di luar nikah. Remaja merupakan generasi penerus yang akan membangun bangsa ke arah yang lebih baik, yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan kegiatannya yang dapat menguntungkan diri sendiri,keluarga,dan lingkungan sekitar. Namun, remaja sekarang ini banyak yang terjerumus ke dalam pergaulan

Sepenggal Kisah Tentang Waktu

Video singkat yang menceritakan seorang gadis yang malas-malasan. Kehidupannya hanya diisi dengan kegiatan yang kurang bermanfaat. Dia pun hampir setiap saat meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu sholat. Dia tidak pernah tidur ketika malam, bukan berarti untuk berdzikir dan bermujahadah pada Allah, tapi malah bermain game, dan melakukakan kegiatan yang sama sekali tidak bermanfaat. Lucunya ketika adzan subuh berkumandang, bak lagu merdu yang menina bobokan dirinya untuk tidur. Al hasil, dia tidak sholat subuh dan parahnya sepanjang paginya dia tidur sampai siang hari. Suatu ketika, di depan rumahnya dia melihat iring-iringan yang tak biasa. Bukan karnaval atau marching band, tapi keranda mayat yang berodakan manusia yang membawa jenazah. Hal ini membuat dia termenung sejenak memikirkan kalau hidup ini akan berakhir. Semua wejangan yang dulu pernah diberikan orang tuanya. Ia sadar kalau selama ini waktunya terbuang sia-sia, padahal Rasulullah SAW mengin