Langsung ke konten utama

Aroma Manis Kekecewaan


Oleh : Tien Afecto Galuh
“Ka, duduk di sebalah jendela, ya.” Ajak Pipit saat masuk kelas sambil menunjuk kursi baris kedua dari depan.
“Aku di sini saja Pit.” Duduk di kursi paling depan.
“Gaya banget sih, Ka.” Jengkel Pipit yang menganggap aku tidak mau bekerjasama denganku.
Pipit tetap duduk di belakangku, walaupun jengkel ia masih membutuhkan jawaban dariku.
Pengawas datang membawa soal-soal yang harus kita selesaikan dengan waktu satu jam. Tapi itu tidak menjadi masalah buatku, tadi malam aku sudah belajar mati-matian jadi optimis bisalah. Beda dengan Pipit, belajar saja tidak pernah kerjaannya hanya lirik kanan-lirik kiri. Yang mengejutkan nilainya tidak kalah denganku yang berusah semalaman. Sama-sama pas-pasan.
***
Keesokan harinya kembali ke ujian hari kedua.
“Ka, duduk sebelah situ yuk!” menunjuk kursi yang sama dengan kemarin.
“Nggak Pit, di sini saja” duduk di kursi baris ketiga bagian tengah.
Masih sama dengan kemarin, Pipit tetap saja brisik. Tengok kanan-kiri mencari jawaban. Dan aku yang jadi sasaran utama.
“Ya Pit, sebentar, Aku lagi nulis” bisiknya dengan pelan.
Mukanya berubah sinis denganku dan aku mendengar ucapanya lirih di belakang punggungku, “Pelit banget Sih.”
Aku biarkan Pipit dengan dunianya, dan aku dengan duniaku sendiri. Aku sebenarnya mau mengajarinya tapi bukan seperti ini caranya. Di luar kelas pasti aku tidak akan menolak.
***
Hari terakhir ujian tiba, aku heran dengan semua teman-temanku. Ujian belum selesai saja sudah banyak rencana liburan, nontonlah, nongkrong, jalan-jalan ke mal dan lain-lain.
“Ka, habis ujian pergi yuk.” Ajak Dion
“Nggak ah, pingin istirahat.” Jawabku sambil sibuk membuka-buka buku Bahasa Arab, kelemahanku.
Bel bunyi, “Haduh, gimana nih.” Hatiku panik.
“Ka, Duduk sebelah sini.” Ajak Pipit yang duduk di belakang kursi baris kedua yang aku hindari.
Mungkin Pipit mengira aku sombong dan tidak mau bekerjasama dengannya. Aku memilih duduk di sebelah Dion, kali ini tidak menutup kemungkinan aku akan minta jawaban dari teman-teman. Jujur aku tidak bisa mengerjakan sendiri. Tulisan Arab itu melengkung-lengkung dalam otakku, aku pandangi tapi tetap saja tidak bisa berubah menjadi bahasa Indonesia.
Sebelum ujian hari ini pun aku sudah heboh. Mencari bantuan kesemua orang yang aku pikir bisa mengajariku. Aku bela-belain tahun baru tidak keluar bareng teman-teman lainnya hanya untuk belajar bahasa Arab.
***
Kertas soal dibagikan, keringat dingin mulai keluar. Tapi aku tetap menghibur diri, “Aku bisa, tenang Dika, sebelahmu masih ada Dion” bisikan hatinya menyemangati diri.
Hanya tulisan Arab tanpa syakal (tidak berbaju), kepalaku semakin penuh dengan beban ini. Dalam otakku hanya ada kata nilai jelek, SKS, beasiswa, pokoknya seperti duduk di kursi panas yang lebih panas dari api.
Sedikit demi sedikit aku kerjakan, aku pahami setiap kalimat walaupun tidak ada balasan darinya untuk memahamkanku. Sekarang aku seperti Pipit kemarin, hanya berusaha mencari jawaban, tengok kanan-kiri.
Perlakuan mereka semua sama seperti aku kemarin-kemarin, tidak ada yang mau membantu aku. Dari sebelah kananku aku seperti mendengar suara bisikan, “Ada yang bisa aku bantu?” tawaran Dion.
Hatiku luluh, “Iya...,” menerima tawaran Dion. “Masih ada orang sebijaksana Dion, ya” hatiku terus memujinya.
“Waktu Habis..., kumpulkan sekarang” sembari mendatang kami dan meminta kertas jawabanya.
Tawaran Dion telat, waktu sudah habis. Kertas jawabanku hanya berisi soal yang kutulis ulang. Hatiku hancur, nilai jelek, SKS, beasiswaku, dan orang tuaku semuanya membayanggiku.
Air mata pun tak bisa menetes. Aku tidak keluar dari ruangan, meratapi nasib yang akan kuterima gara-gara bahasa Arab. Dion yang tadinya mau keluar tidak jadi dan menghampiriku di pojokan kelas.
“Kenapa Ka,” tanyanya pelan.
Di ruangan hanya ada dia dan aku, teman-teman di luar ruangan. Mereka juga sedih, tapi beda dengan apa yang kurasakan. Mereka hana gagal bersenang-senang karena hujan. Tapi aku sudah gagal membuat orang lain senang. Langit pun sepertinya sedih.
“Aku takut Dion,” menundukkan kepalaku dan malu untuk menatap wajah Dion.
“Takut kenapa?” tanyanya sambil berusaha melihat wajahku.
Waktu itu kutumpahkan luapan perasaanku dengannya. Kuceritakan semua ketakutanku tentang pertaruhan nilaiku, beasiswaku dan orang tuaku.
“Kamu tahukan, setiap Pipit mengajak aku untuk duduk di kursi itu (menunjuk ke arah kursi baris kedua), aku selalu menolak. Dulu aku pernah dapat nilai jelek gara-gara saat ujian aku duduk di kursi itu. Aku tak mau itu terjadi kembali, tapi semuanya percuma Di, aku tetap gagal. Perjuanganku belajar juga sia-sia.” Omonganku tersengak-sengak dan terus meneteskan air mata.
Dion hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya sembari dalam hatinya, ”Dika ternyata punya pikiran sampai segitunya di balik keceriaannya”.
 “Sudah Ka, semuanya kan belum berakhir. Masih banyak yang bisa kamu lakukan.” Nasehat Dion sembari mengusap air mataku.
Tiba-tiba seperti ada cahaya petir mengenai kita tapi itu bukan petir.
“Gosip baru,” teriak Pipit sambil melihat sesuatu di hp-nya.
“Sudah...” menahan aku yang ingin mengejar Pipit untuk menghapus foto itu, “Karena aku juga senang.”
“Apa?” dalam hatiku kaget sambil memandang wajahnya.
“Apa-apaan sih Di,” tersenyum malu.
“Aku senang kalau kamu bisa senyum lagi.”
Walaupun kecewa tapi aku mendapatkan sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAMIL DI LUAR NIKAH USIA REMAJA

       I.             PENDAHULUAN Cepatnya arus informasi dan semakin majunya tehnologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan masyarakat di Indonesia, tidak terkecuali remaja. Teknologi seperti dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, disatu sisi berdampak positif tapi di sisi lain juga berdampak negatif. Dampak posifitnya, munculnya imajinasi dan kreatifitas yang tinggi. Sementara pengaruh negatifnya, masuknya pengaruh budaya asing seperti pergaualan bebas dan pornografi. Masuknya pengaruh budaya asing mengakibatkan adanya pergaulan bebas dan seks bebas yang kemudian mengakibatkan terjadinya fenomena hamil di luar nikah. Remaja merupakan generasi penerus yang akan membangun bangsa ke arah yang lebih baik, yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan kegiatannya yang dapat menguntungkan diri sendiri,keluarga,dan lingkungan sekitar. Namun, remaja sekarang ini banyak yang terjerumus ke dalam pergaulan

Sepenggal Kisah Tentang Waktu

Video singkat yang menceritakan seorang gadis yang malas-malasan. Kehidupannya hanya diisi dengan kegiatan yang kurang bermanfaat. Dia pun hampir setiap saat meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu sholat. Dia tidak pernah tidur ketika malam, bukan berarti untuk berdzikir dan bermujahadah pada Allah, tapi malah bermain game, dan melakukakan kegiatan yang sama sekali tidak bermanfaat. Lucunya ketika adzan subuh berkumandang, bak lagu merdu yang menina bobokan dirinya untuk tidur. Al hasil, dia tidak sholat subuh dan parahnya sepanjang paginya dia tidur sampai siang hari. Suatu ketika, di depan rumahnya dia melihat iring-iringan yang tak biasa. Bukan karnaval atau marching band, tapi keranda mayat yang berodakan manusia yang membawa jenazah. Hal ini membuat dia termenung sejenak memikirkan kalau hidup ini akan berakhir. Semua wejangan yang dulu pernah diberikan orang tuanya. Ia sadar kalau selama ini waktunya terbuang sia-sia, padahal Rasulullah SAW mengin